Washington DC- Pemerhati satwa merasa prihatin dengan munculnya jamur mematikan, Pseudogymnoascus destructans, yang telah membunuh jutaan kampret dan kelelawar di California, Amerika Serikat.

Kampret dan kelelawar yang mati tersebut terinfeksi sindrom hidung putih, yang diakibatkan oleh jamur mematikan tersebut. Sindrom ini merupakan infeksi jamur yang tumbuh pada kulit hewan tersebut saat mereka ber-hibernasi atau tidaur panjang. Infeksi tersebut pasti menggangu masa tidur hewan itu.

Karena istirahat panjang dalam musim dingin, kampret dan kelelawar tidak bisa mencari mangsa makanan berupa serangga. Secara otomatis mereka hanya menggunakan energi yang tersisa untuk merawat diri mereka dari sindrom tersebut. Selain dikarenakan dari efek sindrom tersebut, kemungkinan mereka mati juga karena kelaparan.

Secara total ada 6 juta kampret dan kelelawar yang mati di Amerika Utara sejak pertama kali Pseudogymnoascus destructans pertama kali ditemukan di New York pada 2006.

Menurut catatan, jamur tersebut telah membunuh populasi kelelawar dan kampret di Pennsylvania, New York dan populasi lain di timur laut Amerika Serikat.

“Kami memutuskan, dalam dua tahun terakhir ini, meski terdeteksi rendah, kita harus menyebutnya. Jamur Pseudogymnoascus destructans ada dalam kasus ini. Penyakit ini sangat mematikan saat mereka berhibernasi dalam waktu yang lama di musim dingin,” ujar ilmuwan lingkungan senior California Department of Fish and Wildlife, Scott Osborn dikutip dari laman Kqed, Sabtu 6 Juli 2019.

Sindrom hidung putih telah dikonfirmasi terjadi di 33 negara bagian dan temuan terbaru ditemukan lagi di 5 negara bagian, termasuk California.

Bagaimana jamur mematikan tersebut berdampak pada kampret dan kelelawar di California, para ahli belum menemukan penyebabnya. Namun, para ahli patut khawatir, pasalnya penyakit dari jamur ini telah membunuh hampir seluruh populasi di beberapa koloni yang berhabitat di gua-gua, tambang dan lainnya.

Soal jutaan kampret dan kelelawar yang mati, para ahli menduga terkait dengan pola hibernasi alias istirahat panjang hewan tersebut.

Untuk kampret dan kelelawar yang hidup di timur laut Amerika Serikat, mereka berhibernasi bersama di sarang besar yang mana terdapat ribuan hingga puluhan ribu individu. Namun pola hibernasi kampret dan kelelawar California berbeda. Mereka berhibernasi di sarang yang jauh lebih kecil, tapi tersebar di area yang lebih luas.

“Pertanyaan kami adalah apa artinya ini semua bagi penyebaran dan pengembangan jamur mematikan itu? Kami belum bisa menjawabnya,” ujar ahli biologi marga satwa Fish and Wildlife Service Amerika Serikat, Bronwyn Hogan.

Hogan menyatakan bahwa pejabat setempat merasa prihatin dengan nasib kampret dan kelelawar serta hewan yang herhibernasi lainnya di California. Sejauh ini belum diketahui apakah jamur tersebut berbahaya atau tidak bagi manusia atau hewan piaraan.

Sedangkan ilmuwan dan ahli saat ini sedang berusaha untuk mencari solusi yang efektif guna menolong kampret dan kelelawar yang terjangkit. Namun kabar buruknya, para ahli belum mendapatkan solusi untuk mengatasi hal tersebut.

Sebagai upaya preventif, pejabat setempat memasang pemancar radio kecil di bagian belakang beberapa kampret dan kelelawar. Guna melacak pergerakan mereka sehingga bisa memelajari tempat hibernasi mereka.

Petugas satwa liar melakukan pengawasan terhadap sindrom ini dengan studi mendalam nanti di musim panas. Petugas bakal menggunakan perangkat pemantauan akustik. Mereka mengalkulasi jumlah kampret dan kelelawar yang meninggalkan sarang mereka. (Hari-www.harianindo.com)