Palu – Istri-istri terduga teroris yang dibekuk oleh Densus 88 merasa dilecehkan oleh aparat saat momen penggerebekan mereka. Istri terduga teroris melontarkan protes lantaran Densus menerobos masuk saat dirinya belum mengenakan jilbab.

“Jam 12 malam sekitar 10 orang berpakaian preman datang ke kos dengan menggunakan senjata pistol. Saya bilang sabar, saya gunakan jilbab dulu, tapi pintu kos langsung didobrak, ditendang dan mengejar saya ke dalam kamar. Saya belum pake jilbab, tirai kamar dibuka petugas dan saya difoto-foto dan divideo,” ungkap Risnawati (30), istri salah seorang terduga teroris, sambil menangis dalam jumpa pers di Sekretariat AJI Palu, Rabu (04/09/2019) sekitar pukul 17.00 Wita.

“Saya ini menggunakan jilbab cadar karena syariat Islam, dan petugas tidak mengizinkan saya menggunakan jilbab. Katanya lama, mereka langsung masuk dan ini termasuk pelecehan, saya paham aturan hukum,” ungkapnya.

Suami Risnawati yang ditahan bernama Arkam (25), yang diamankan oleh petugas saat membeli makanan sejak jam 20.00 Wita. Sementara kediaman Risnawati yang didatangi Densus ada di sebuah indekos di Lorong Malaya, Jalan Towua, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

“Pokoknya habis salat isya, sekitar jam 8 malam, suamiku pergi beli makanan di depan lorong, sampai ada petugas melakukan penggeledahan di rumah dia tidak pulang. Saya tahu pergaulan suami saya seperti apa, karena dia hanyalah seorang buruh bangunan, pagi kerja sore sudah ada di rumah,” ucapnya.

Di kos-kosan itu, petugas menyita barang bukti berupa televisi, mesin jahit, topi dan senjata angin.

“Polisi tidak menyertai surat penggeledahan, mereka datang langsung geledah isi kos pakai sepatu. Senjata angin yang digunakan memburu burung pun juga disita, bahkan televisi dan mesin jahit,” jelasnya

Rezki Hairulnisa (24), istri dari Hadi Saputra (21) yang juga juga ditangkap oleh Densus 88, memberikan penjelasan senada. Dia bahkan mengklaim bahwa dipaksa untuk memberikan pengakuan bahwa dirinya bekerja sama dengan suaminya.

“Pokoknya kos langsung ditendang dan berteriak tangkap-tangkap dan dipaksa untuk mengaku sudah kerja sama yang dilakukan oleh suami saya, padahal suamiku juga hanya buruh bangunan,” jelas Rezki.

Dikonfirmasi secara terpisah, Kabid Humas Polda Sulteng AKBP Didik Supranoto mengungkapkan bahwa akan melakukan pengecekan terlebih dahulu terkait delik penangkapan itu ke Densus 88. Namun dia menyatakan dengan tegas bahwa ada prosedur berbeda untuk penangkapan kasus terorisme dibandingkan kasus biasa, mengingat terorisme digolongkan extraordinary crime.

“Kalau soal dugaan pelecehan itu, saya konfirmasi dulu ke pihak Densus 88, apakah benar seperti apa yang disampaikan keluarga terduga saat melakukan konferensi pers. Namun, pada intinya penangkapan dilakukan jelas berbeda dengan kasus biasa,” AKBP Didik berdalih. (Hr-www.harianindo.com)