Singapura – Pemerintah Singapura telah memberlakukan Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Daring. Undang-Undang tersebut resmi ditetapkan pada hari Rabu (02/10/2019).

Dalam Undang-Undang tersebut mengatur terkait penyebar berita palsu (hoax) di Singapura terancam denda hingga 50.000 SGD (lebih dari US$ 36.000 atau Rp 509 juta), dan hukuman penjara hingga lima tahun.

Selain itu, juga mengatur tentang penyebaran hoax dengan menggunakan “akun daring tidak otentik atau dikendalikan oleh bot”. Total potensi denda naik menjadi 100.000 SGD (sekitar US$ 73.000 atau Rp 1,03 miliar), dan hukuman penjara hingga 10 tahun.
hal itu dapat disalahgunakan dan mungkin memiliki efek pengekang pada kebebasan berbicara.

“Perusahaan yang dinyatakan bersalah menyebarkan berita palsu juga dapat menghadapi denda hingga 1 juta SGD (sekitar US$ 735.000 atau Rp10,39 miliar, Red),” bunyi pernyataan Menteri, Komunikasi dan Informasi Singapura, S. Iswaran, Rabu (02/10/2019).

Di sisi lain, kritikus menuduh bahwa adanya UU tersebut digunakan untuk meredam perbedaan pendapat dan kebebasan berbicara.

K Shanmugam, selaku Menteri Dalam Negeri dan Hukum Singapura menyatakan bahwa para menteri harus menjelaskan alasan mengapa satu konten dinyatakan salah jika mereka meminta penghentian atau koreksi, dan menteri tidak akan bisa secara sewenang-wenang mengeluarkan putusan.

“Saat pendidikan publik menjadi garis pertahanan pertama, undang-undang adalah bagian penting sebagai jawabannya, seperti yang bahkan diakui oleh [pendiri Facebook] Mark Zuckerberg,” ujarnya. (NRY-www.harianindo.com)