Krisis Ukraina: Hasil Referendum Crimea, Penduduk Pilih Bergabung dengan Rusia

Reuters

Simferopol – Voting referendum di Crimea telah diadakan kemarin, Minggu 16 Maret 2014. Dan setelah melakukan dilakukan penghitungan, mayoritas suara memilih agar Crimea bergabung dengan Federasi Rusia. Seperti dilansir dari BBC (16/3/2014), sampai tulisan ini diterbitkan oleh BBC, baru setengah dari jumlah total suara yang dihitung. Pun demikian, hasilnya sudah bisa dilihat, 95, 5% pemilih mendukung bergabungnya Crimea dengan Rusia. Dan untuk sisa suara yang sedang dihitung, hasil ini tampaknya tidak akan berubah.

Pemimpin Crimea mengatakan bahwa pihaknya akan dengan senang hati bergabung dengan Rusia setelah penghitungan suara tersebut tuntas, meski pihak Uni Eropa dan Amerika Serikat mengatakan bahwa referendum ini ilegal. Referendum ini terjadi setelah kekuatan pro-Rusia yang dibekingi oleh tentara Rusia mengambil alih kendali pemerintahan, fasilitas, dan pos-pos penting di Crimea sejak Februari lalu. Aksi tersebut terjadi setelah presiden pro-Rusia dari Ukraina, Viktor Yanukovych dilengserkan.

Adapun pemilih-pemilih tersebut merupakan penduduk beretnik Rusia, yang bisa dibilang wajar bila memilih Rusia. Namun demikian, penduduk asli Crimea, yang beretnik Tatar, ternyata tidak setuju dengan hal ini. Jumlah mereka yang kini menjadi minoritas, tentu tak bisa mengubah keadaan. Masyarakat beretnik Tatar dikabarkan melakukan boykot terhadap voting ini. Salah seorang warga etnik Tatar mengatakan bahwa takdir tanah airnya tak bisa ditentukan dalam sebuah referendum di bawah bayang-bayang senjata.

Sedikitnya jumlah etnik Tatar di Crimea diakibatkan “pengusiran” ke Asia Tengah oleh diktator Uni Soviet, Joseph Stalin. Mereka bisa kembali lagi pulang ke tanah kelahirannya saat Soviet runtuh. Namun tampaknya, hanya sebagian kecil yang kembali. Mereka yang saat ini menjadi penduduk Republik Otonomi Crimea memilih agar negaranya itu tetap bergabung bersama Ukraina dan tentunya, Uni Eropa.

Presiden AS, Barack Obama, telah mengatakan bahwa referendum tersebut ilegal. Uni Eropa, juga senada dengan AS, mengatakan dalam sebuah statement bahwa voting tersebut ilegal dan tidak sah, oleh karena itu, hasilnya tidak akan diakui. (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)